genggam erat pecahan kaca,
biar tangan kita berlumur darah
biar kau rasa kepedihannya
jika tikam luka menyeringai srigala,
hujamkan dalam-dalam belati di belahan dadamu
biar darah itu susuri seluruh liku tubuh
biar kita bermandi perih,
setelah menari di atas altar rindu
tuangkan darah persembahan di cawan waktu
gumpalkan kesedihan di dasarnya
dan marilah bersulang dengan riangnya
nantikan gaun putihmu berganti merah,
biarlah ia melambai diterpa bayu,
nantikan nirwana yg kan menjemputmu
rumah seribu luka,
lihatlah tapak-tapak darah yang berceceran di jendela
seribu dendam terpendam di sini
dan seribu kematian tak cukup tuk melampiaskan pedih
pasunglah kasihmu...
sayatlah hatimu...
binasakan angamu...
biarkanlah nyawa ini tenang....
membisu dalam liang...
Kemilau bertebaran serbuk nadi
terhunus melambaikan kilaf
detak beraturan mengiringi lara
Manis, ....
terhunus dalam nestapa
terkelakar dalam alunan rasa
desah jiwa teriris....... diding hati mulai terkikis...... rintih yang terasa hampa penuh sara....... kmna perginya tak trasa ......kalbu hitam menyiksa........ sakit raga jiwa meremuk hati .........terasa guncangan dalam ruang tak bernyawa............... knpa cinta pergi dgn cptnya............................... kurasa mati jlan pintasnya ...............................
jangan genggam cermin mu terbalik jagalah ia tetap bersinar.... demikian matahari mesti tidak inginkan cahaya. tampak kaca dibalik mendung. bercermin pada sebuah pisau berdarah seperti hantu. semakin hati mu menjadi permukaan yg bersih, semakin baik ia memantulkan cahaya perwujudan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar